Cerita Sex Remaja Kenikmatan Surga Buat Keponakan, Lintas Jagat - Cici  (aku biasa memanggilnya CC) adalah keponakan yang ketemu lagi beberapa  bulan yang lalu (sekitar September 2001) di Mataram. Sebagai mahasiswi  salah satu Akademi Pariwisata terkenal di Jakarta, dia harus menjalani  studi praktek di salah satu hotel berbintang di Lombok. Umurnya baru 19  tahun, beda jauh dengan umurku yang sudah 35 tahun dan sudah menikah  dengan dua anak.
Sekarang aku  menjalani hidup pisah ranjang dengan istriku, sejak dia menyeleweng  dengan rekan bisnisnya. Aku membutuhkan kawan wanita, tapi tidak suka  ganti-ganti atau jajan. One women at a time, lah. Hubungan kami  berlangsung biasa saja, karena kami hanya bertemu satu atau dua kali  sebulan, pada saat aku melakukan kunjungan kerja ke kota S. Rasanya  senang punya saudara di tempat jauh.
Tapi,  lama kelamaan senyumnya itu lho yang membuatku mabok kepayang. Ukuran  tubuhnya yang relatif (tingginya hanya 155 cm) kecil pun merupakan  impianku, karena aku juga tidak terlalu tinggi (167 cm). Hubungan kami  sebenarnya mulai sebagai layaknya saudara, sampai suatu hari saya telpon  dan menyatakan keinginan saya untuk berhubungan lebih serius.
“Kapan Cici ke Jakarta? Aku udah pengin banget nih ketemu sama kamu.” tanyaku ketika meneleponnya pada awal bulan yang lalu.
“Wah aku nggak bias bolos, kecuali kalau hanya untuk satu atau dua hari. Aku baru pulang nanti bulan Januari tahun depan. Jatah tiket aku untuk bulan-bulan itu.” jawabnya, “Kecuali kalau ada yang mau kasih tiket pesawat, hehehe.”
Kesempatan nih, pikirku.
“Gimana kalau aku kirim tiket? Mau kan? Tanggal berapa?” tanyaku penuh harap.
“Gimana kalau akhir minggu ini? Tapi jangan bilang sama orang rumah kalau aku bolos lho!” pintanya mengingatkan.
“Wah aku nggak bias bolos, kecuali kalau hanya untuk satu atau dua hari. Aku baru pulang nanti bulan Januari tahun depan. Jatah tiket aku untuk bulan-bulan itu.” jawabnya, “Kecuali kalau ada yang mau kasih tiket pesawat, hehehe.”
Kesempatan nih, pikirku.
“Gimana kalau aku kirim tiket? Mau kan? Tanggal berapa?” tanyaku penuh harap.
“Gimana kalau akhir minggu ini? Tapi jangan bilang sama orang rumah kalau aku bolos lho!” pintanya mengingatkan.
Benar  saja, pada hari Jumat sepulang kantor kujemput dia di Cengkareng.  Wow.., beda sekali! Dia pakai celana jeans biru ketat, dengan kaos ketat  menggantung, sehingga pusarnya kelihatan. Dan, ya ampuun.., dengan kaos  yang ketat itu, terlihat dengan jelas betapa besar buah dadanya yang  terlihat terlalu besar dibanding dengan badannya yang mungil. Kutaksir  berukuran 36 lah.
Biasanya dia pakai  baju agak longgar, jadi tidak begitu kelihatan. Batang penisku langsung  bereaksi, tapi lalu kutenang-tenangkan agar cepat kendor. Belum  waktunya.
“Gimana Ci, kita makan dulu ya..?”
Kami langsung ke Plasa Senayan, makan sambil ngobrol di Spageti House. Setelah itu, kami langsung menuju di Horison Ancol untuk menikmati waktu berdua kami.
“Gimana Ci, kita makan dulu ya..?”
Kami langsung ke Plasa Senayan, makan sambil ngobrol di Spageti House. Setelah itu, kami langsung menuju di Horison Ancol untuk menikmati waktu berdua kami.
Setelah ngobrol  panjang lebar, kulihat dia berjalan mendekati jendela yang menghadap ke  laut. Kuanggap ini sebagai undangan dan lalu aku mendekati dan  memeluknya dari belakang. Kurasakan buah dadanya menjadi lebih kencang  dan dipejamkan matanya. Kuciumi lehernya dengan penuh gelora nafsu.  Kulepas kaitan BH-nya sehingga dengan leluasa dapat kuraba dan kuremas.  Ooh besar sekali buah dada ini. Kubalik badannya, kuangkat kaos mininya  dan kucium dan kulumat penuh gelora buah dada itu. Sepertinya ia baru  pertama kali pacaran seperti ini.
“Haarhh.. malu nich..!” katanya, tanpa memintaku berhenti.
Aku menjadi semakin berani. Celananya kubuka. Cici memberontak sedikit, tapi tidak terlalu berarti. Kulepas semua pakaiannya sehingga dia telanjang bulat, sementara diriku masih berpakaian. Putih mulus tubuhnya kunikmati, karena kami tidak mematikan lampu. Kucium seluruh tubuhnya yang berdiri tegak di depanku. Seperti cacing kepanasan, Cici menggeliat dan mengerang. Seluruh badannya merinding dan menggigil.
Aku menjadi semakin berani. Celananya kubuka. Cici memberontak sedikit, tapi tidak terlalu berarti. Kulepas semua pakaiannya sehingga dia telanjang bulat, sementara diriku masih berpakaian. Putih mulus tubuhnya kunikmati, karena kami tidak mematikan lampu. Kucium seluruh tubuhnya yang berdiri tegak di depanku. Seperti cacing kepanasan, Cici menggeliat dan mengerang. Seluruh badannya merinding dan menggigil.
Ketika ciuman dan jilatanku sampai ke daerah kemaluannya, Cici mengerang hebat sambil meremasi rambutku.
“Hegh.. Harrch.. Enak sekali. Kaki saya lemes Harch.. tolong akhhu heh..!” erangan yang terdengar sangat merangsang bagiku.
Sekali-sekali kuraba dan kuremas lembut buah dadanya yang menggunung itu, sangatlah seksi dan merengsang berahiku.
“Harch heehh please..! Aku lemas sekali nich.. auch..!” lenguhnya semakin tinggi.
“Hegh.. Harrch.. Enak sekali. Kaki saya lemes Harch.. tolong akhhu heh..!” erangan yang terdengar sangat merangsang bagiku.
Sekali-sekali kuraba dan kuremas lembut buah dadanya yang menggunung itu, sangatlah seksi dan merengsang berahiku.
“Harch heehh please..! Aku lemas sekali nich.. auch..!” lenguhnya semakin tinggi.
Aku  segera mengangkatnya ke tempat tidur dan melanjutkan jilatan-jilatanku  di daerah surganya. Tidak terasa, sudah lebih dari 10 menit aku  memberinya pengantar kenikmatan, seolah ia sudah sangat pengalaman.  Sampai akhirnya, aku terkejut karena ia menjadi seperti kejang, meremas  kepalaku dan menekannya ke vaginanya.
“Harchh.. aku mau.. augh..!” lenguhnya meninggi.
Wow.., dia sudah orgasme. Ada sedikit cairan kental keluar dari vaginanya, hangat dan nikmat. Dalam keadaan terengah-engah masih kujilat bibir vaginanya. Lenguhan-lenguhannya seperti tidak mau berhenti. Terkulailah gadisku lunglai seperti tanpa daya. Kupeluk dan kucium bibirnya dengan mesra dan cinta. Aku sengaja menahan diri, untuk memberinya kesempatan lebih dulu.
Wow.., dia sudah orgasme. Ada sedikit cairan kental keluar dari vaginanya, hangat dan nikmat. Dalam keadaan terengah-engah masih kujilat bibir vaginanya. Lenguhan-lenguhannya seperti tidak mau berhenti. Terkulailah gadisku lunglai seperti tanpa daya. Kupeluk dan kucium bibirnya dengan mesra dan cinta. Aku sengaja menahan diri, untuk memberinya kesempatan lebih dulu.
“Gimana Ci, enak..?” tanyaku, “Kamu pernah seperti ini sebelumnya..?”
“Aku nggak tahu pasti bayanganmu tentang diriku, Har. Mungkin kamu menganggap aku perempuan murahan. Tapi sungguh, ini pertama kali aku merasakan kenikmatan yang tak terlukiskan. Biasanya, aku hanya masturbasi saja. Aku mau mempersembahkan keperawananku pada orang yang kucintai.” jawabnya.
“Jadi kamu masih perawan..?” tanyaku dengan heran.
“Ya, aku masih perawan. Dan aku akan mempersembahkannya untukmu. Aku sangat mencintaimu, Har.”
Jawaban ini membuat hatiku runtuh, sebab biasanya aku berpacaran dengan wanita-wanita yang sudah tidak perawan.
“Aku nggak tahu pasti bayanganmu tentang diriku, Har. Mungkin kamu menganggap aku perempuan murahan. Tapi sungguh, ini pertama kali aku merasakan kenikmatan yang tak terlukiskan. Biasanya, aku hanya masturbasi saja. Aku mau mempersembahkan keperawananku pada orang yang kucintai.” jawabnya.
“Jadi kamu masih perawan..?” tanyaku dengan heran.
“Ya, aku masih perawan. Dan aku akan mempersembahkannya untukmu. Aku sangat mencintaimu, Har.”
Jawaban ini membuat hatiku runtuh, sebab biasanya aku berpacaran dengan wanita-wanita yang sudah tidak perawan.
“Cici  aku minta maaf, tapi sepertinya aku tidak sanggup melanjutkan. Aku  belum mengatakan, gimana latar belakang dan keadaanku sebenarnya.”  keinginanku untuk menjelaskan dipotong Cici.
“Har, aku sudah tahu kok. Aku tanya sama teman-temanmu di sana. Dan mereka memberi tahu apa adanya. Jadi, aku sudah tahu dan siap untuk menjadi madumu.” jawabnya dengan centil sambil mencubitku.
“Yang bener nih..?” tanyaku sambil tertawa, bahagia sekali rasanya.
“Har, aku sudah tahu kok. Aku tanya sama teman-temanmu di sana. Dan mereka memberi tahu apa adanya. Jadi, aku sudah tahu dan siap untuk menjadi madumu.” jawabnya dengan centil sambil mencubitku.
“Yang bener nih..?” tanyaku sambil tertawa, bahagia sekali rasanya.
Kutengok arlojiku, sudah jam 11 malam.
“Kamu nggak mau pulang nengok Papa-Mama Ci..?”
“Kan sudah saya bilang, saya bolos dan kamu harus merahasiakannya, Oke..!”
“Kamu nggak mau pulang nengok Papa-Mama Ci..?”
“Kan sudah saya bilang, saya bolos dan kamu harus merahasiakannya, Oke..!”
Dia  membalikkan badannya sehingga menghadapku, kulonggarkan pelukanku dan  dia seperti tersadar. “Lho.., jadi kamu tuh masih berpakaian to..? Ya  ampun, malu nih..! Payah kamu. Ayo dong, kamu juga buka baju..!”
Aku segera membuka baju. Cici memandang dengan penuh rasa ingin tahu. Tanpa sadar, burungku yang tegang sekali ternyata telah mengeluarkan cairan bening.
Aku segera membuka baju. Cici memandang dengan penuh rasa ingin tahu. Tanpa sadar, burungku yang tegang sekali ternyata telah mengeluarkan cairan bening.
“Har, burungmu besar sekali. Muat nggak ya..?” tanyanya sambil memandangi penisku yang coklat kehitaman.
Ukurannya sebenarnya tidak lah besar, tergolong kecil lah karena hanya sekitar 14 cm.
“Kok ada cairan beningnya sih..?”
“Ya iya, aku kan juga merasakan kenikmatan dengan memberimu yang tadi itu.”
“Har, kasih tahu dong gimana aku bisa memberimu kenikmatan seperti yang kurakakan tadi..!” pintanya.
“Learning by doing aja ya.” jawabku.
Ukurannya sebenarnya tidak lah besar, tergolong kecil lah karena hanya sekitar 14 cm.
“Kok ada cairan beningnya sih..?”
“Ya iya, aku kan juga merasakan kenikmatan dengan memberimu yang tadi itu.”
“Har, kasih tahu dong gimana aku bisa memberimu kenikmatan seperti yang kurakakan tadi..!” pintanya.
“Learning by doing aja ya.” jawabku.
Setelah  memberi tahu cara-caranya, aku lalu rebahan. Masih dengan agak  canggung, Cici mulai memegang, menggosok dan memijat penisku, juga buah  pelirnya.
“Ooh.. Cici, enak sekali..!” gumanku menikmatinya.
“Mulai dikemut dong Sayang..!” pintaku.
Cici dengan agak ragu memasukkan penisku ke dalam mulut mungilnya. Pada awalnya agak sakit, karena sesekali terkena giginya, tapi kemudian Cici menjadi lebih pintar. Kuluman atas penisku menjadi lebih lembut dan nikmat sekali.
“Ooh.. Cici, enak sekali..!” gumanku menikmatinya.
“Mulai dikemut dong Sayang..!” pintaku.
Cici dengan agak ragu memasukkan penisku ke dalam mulut mungilnya. Pada awalnya agak sakit, karena sesekali terkena giginya, tapi kemudian Cici menjadi lebih pintar. Kuluman atas penisku menjadi lebih lembut dan nikmat sekali.
“Kemut, jilat dan raba semuah.. Ci..!” pintaku karena mulai menanjaklah kenikmatan itu.
Karena sering kali tidak tahan, aku menggoyangkan pantatku. Sehingga, jilatan bagian bawah buah pelir seringkali salah ke daerah sekitar anus. Dia memejamkan mata, jadi dia tidak tahu, tapi aku dapat merasakan kenikmatannya.
“Oougghh.., enak sekali Ci..!” erangku tiap kali daerah duburku terjilat.
Pada awalnya aku memang tidak sengaja, tapi kemudian sesekali kupelesetkan karena nikmatnya. Aku belum pernah mengalami kenikmatan ini dari wanita mana pun.
Karena sering kali tidak tahan, aku menggoyangkan pantatku. Sehingga, jilatan bagian bawah buah pelir seringkali salah ke daerah sekitar anus. Dia memejamkan mata, jadi dia tidak tahu, tapi aku dapat merasakan kenikmatannya.
“Oougghh.., enak sekali Ci..!” erangku tiap kali daerah duburku terjilat.
Pada awalnya aku memang tidak sengaja, tapi kemudian sesekali kupelesetkan karena nikmatnya. Aku belum pernah mengalami kenikmatan ini dari wanita mana pun.
Kenikmatan  mulai memuncak dan aku meminta Cici untuk mengulum penisku, karena aku  sudah mendekati puncak. Cici mengulum sambil menggerakkan kepalanya ke  atas-bawah dan kadang memutar. Dan sampailah puncak kenikmatan itu.
“Aauugghhrhh.. aku keluarhh..!” erangku sambil meremas rambut Cici dan memegangnya erat agar tidak lepas.
Cici terkejut karena semprotan spermaku yang kusemburkan air nikmat itu ke dalam mulutnya, yang membuatnya menelan sambil gelagapan.
“Aauugghhrhh.. aku keluarhh..!” erangku sambil meremas rambut Cici dan memegangnya erat agar tidak lepas.
Cici terkejut karena semprotan spermaku yang kusemburkan air nikmat itu ke dalam mulutnya, yang membuatnya menelan sambil gelagapan.
Sisa spermaku menetes dari mulutnya.
“Kenapa dikeluarkan di mulutku Har..?” Cici memprotes.
“Sama saja Sayang, kamu tadi kan begitu juga. Enak kan..?” aku menimpali sekenanya.
Semula ia terlihat jengkel tapi kemudian tersenyum, paham.
“Kenapa dikeluarkan di mulutku Har..?” Cici memprotes.
“Sama saja Sayang, kamu tadi kan begitu juga. Enak kan..?” aku menimpali sekenanya.
Semula ia terlihat jengkel tapi kemudian tersenyum, paham.
Jam 12 malam sudah. Satu sama. Cici melihat ke penisku dan heran.
“Lho kok jadi kecil dan pendek. Tadi besar sekali sampai mulutku nggak muat..?”
“Ya iya dong Sayang, kalau lagi bobok yang cuma 3 cm, tapi kalau bangun jadi tambah besar, hebat ya..!”
“Trus kalau mau bikin besar lagi, caranya gimana..?” Cici tanya sambil meremas-remas penisku.
“Kalau mau agak lama, ya gitu, diremas, diraba. Kalau mau cepet ya dikemut lagi.”
“Lho kok jadi kecil dan pendek. Tadi besar sekali sampai mulutku nggak muat..?”
“Ya iya dong Sayang, kalau lagi bobok yang cuma 3 cm, tapi kalau bangun jadi tambah besar, hebat ya..!”
“Trus kalau mau bikin besar lagi, caranya gimana..?” Cici tanya sambil meremas-remas penisku.
“Kalau mau agak lama, ya gitu, diremas, diraba. Kalau mau cepet ya dikemut lagi.”
Dan  tanpa diminta, Cici segera mengemut batang penisku, yang kemudian  memang langsung membesar pada ukuran penuhnya. Aku tidak mau  ketinggalan, kubalikkan badanku sehingga kami mempraktekkan posisi 69.  Cici sepertinya menjadi bangkit gairah dan melenguh-lenguh sambil  mengulum batang penisku.
Setelah  kami sama-sama penuh gelora dan napas kami telah tersengal-sengal penuh  kenikmatan, Cici bertanya, “Gimana lanjutnya Har..?”
“Kamu bener udah siap..? Kamu nggak nyesel nanti..?” kutanya Cici karena aku sebenarnya mendua, ingin menjaganya sekaligus ingin menuntaskan hubungan asmara kami.
“Aku kan sudah bilang. Aku siap untuk mempersembahkan keperawananku buat kamu. Jadi mulailah, gimana..?”
“Kamu bener udah siap..? Kamu nggak nyesel nanti..?” kutanya Cici karena aku sebenarnya mendua, ingin menjaganya sekaligus ingin menuntaskan hubungan asmara kami.
“Aku kan sudah bilang. Aku siap untuk mempersembahkan keperawananku buat kamu. Jadi mulailah, gimana..?”
Mendengar  jawaban ini, akal sehatku padam. Segera aku berlutut di antara  selangkangannya. Kutempelkan batang penisku ke vaginanya.  Menggesekkannya dan sedikit menekannya.
“Ouuch Har.., enak sekali..! Terusin Har..! Aahh..!” lenguhnya mulai merasakan kenikmatan.
“Ouuch Har.., enak sekali..! Terusin Har..! Aahh..!” lenguhnya mulai merasakan kenikmatan.
“Cici,  yang pertama ini agak sakit, tapi hanya sebentar. Kamu akan terbiasa  dan mulai merasakan nikmatnya. Tahan ya..!” sambil kutelungkupi badannya  yang mungil itu.
Kucium bibirnya dengan penuh nafsu dan kusedot kuat-kuat. Kucium dan kugigit-kecil puting susunya. Cici mendesah nikmat. Kucium lagi bibirnya kuat-kuat. Dan ketika itulah kutekan batang penisku masuk ke liang senggamanya. Cici memelukku erat terhenyak. Pastilah dia menahan sakit.
Kucium bibirnya dengan penuh nafsu dan kusedot kuat-kuat. Kucium dan kugigit-kecil puting susunya. Cici mendesah nikmat. Kucium lagi bibirnya kuat-kuat. Dan ketika itulah kutekan batang penisku masuk ke liang senggamanya. Cici memelukku erat terhenyak. Pastilah dia menahan sakit.
Setelah  batang penisku masuk sepenuhnya, kubiarkan ia di dalam, diam. Terus  kucium bibirnya sambil kubuat kedutan-kedutan kecil di kemaluanku. Cici  ternyata melakukan refleks yang sama. Otot vaginanya juga membuat  kedutan-kedutan kecil, yang semakin lama terasa seperti tarikan-tarikan  halus, menyedot batang penisku, seolah meminta lebih dalam. Aku mulai  mengayun-ayun pelan dan mulai kurasakan ujung kamaluanku menyentuh liang  rahimnya. Oooh nikmat sekali. Inilah alasanku, mengapa aku selalu lebih  senang dengan wanita bertubuh mungil. Tubuh yang dapat memberiku  kenikmatan lebih. (Tapi kalau adanya yang tinggi, ya nggak nolak,  hehe..)
Ayunanku mulai lebih lancar  dan berirama. Cici sepertinya sudah tidak sakit lagi. Atau barangkali  kenikmatan ini telah mengalahkan rasa sakitnya.
“Gimana Sayang, enak..?”
“Oouuh Har.., terusin..! Lebih keras.., lebih cepat.. hegh.. ooh.. Har nikmat sekali Sayang..!”
“Cici, nanti aku semprotkan maniku di dalam atau di luar..?”
“Terserah, apa pun yang membuat kita nikmath hegh..!”
“Kalau nanti kamu hamil gimana..?”
“Biarin, biarin, aauchh..!”
“Gimana Sayang, enak..?”
“Oouuh Har.., terusin..! Lebih keras.., lebih cepat.. hegh.. ooh.. Har nikmat sekali Sayang..!”
“Cici, nanti aku semprotkan maniku di dalam atau di luar..?”
“Terserah, apa pun yang membuat kita nikmath hegh..!”
“Kalau nanti kamu hamil gimana..?”
“Biarin, biarin, aauchh..!”
Kami  bicara sambil menggoyang badan kami. Dengan refleknya Cici mengimbangi  setiap sodokan dan goyanganku. Kalau aku cepat, dia pun mempercepat.  Kalau aku melambat, dia pun begitu. Sambil menggoyang, kulumat bibirnya,  kusedot dan kugigit-gigit kecil buah dadanya.
Belum lima menit kami mendayung lautan kenikmatan, Cici kelihatan mulai lebih liar. Goyangan pinggulnya menjadi lebih cepat dan tidak terkendali. Pelukannya menjadi lebih erat. Dan dia melenguh dengan hebat dan aku merasakan denyutan-denyutan otot vaginanya. Ayunan batang kemaluanku kubuat menjadi lebih kuat tapi tetap pelan untuk memberikan kenikmatan yang lebih. Dua, satu.
Belum lima menit kami mendayung lautan kenikmatan, Cici kelihatan mulai lebih liar. Goyangan pinggulnya menjadi lebih cepat dan tidak terkendali. Pelukannya menjadi lebih erat. Dan dia melenguh dengan hebat dan aku merasakan denyutan-denyutan otot vaginanya. Ayunan batang kemaluanku kubuat menjadi lebih kuat tapi tetap pelan untuk memberikan kenikmatan yang lebih. Dua, satu.
“Ooch.., Har aku capek sekali, tapi kamu belum ya..?”
“Kita istirahat dulu deh, nanti lagi..!”
“Jangan Har, jangan lepaskan, kita teruskan, kupuaskan kamu, gimana pun..!”
Cici mulai menggerakkan pinggulnya. Ayunan batang kemaluanku kuteruskan. Agak tidak tega aku sebenarnya. Tapi Cici sepertinya agak memaksa. Jadi, sambil berpeluk dan berguling kami terus mengayun, mendayung kenikmantan. Orgasmeku yang kedua biasanya memang agak lama, kadang aku harus menunggu 10-20 menit.
“Kita istirahat dulu deh, nanti lagi..!”
“Jangan Har, jangan lepaskan, kita teruskan, kupuaskan kamu, gimana pun..!”
Cici mulai menggerakkan pinggulnya. Ayunan batang kemaluanku kuteruskan. Agak tidak tega aku sebenarnya. Tapi Cici sepertinya agak memaksa. Jadi, sambil berpeluk dan berguling kami terus mengayun, mendayung kenikmantan. Orgasmeku yang kedua biasanya memang agak lama, kadang aku harus menunggu 10-20 menit.
Cerita Sex Remaja - Dan  begitulah, Cici mulai melenguh kenikmatan, dia mulai mempercepat  dayungan perahu mungilnya. Aku mengimbangi. Betapa nikmatnya. Dan rasa  nikmat ini menjadi berlebih-lebih lagi, karena aku memberikan kenikmatan  pada gadisku yang mungil, cantik dan menggairahkan ini.
“Hhegh.. Har.. Har.. oh Sayang, aku mau sampai lagi..! Oooh cepat.. cepat.. lebih keras..!” lenguhannya datang lagi bersamaan dengan urutan-urutan lembut pada batang penisku.
Aku menjadi semakin bernafsu. Cici mulai lemas. Benar-benar lemas.
“Hhegh.. Har.. Har.. oh Sayang, aku mau sampai lagi..! Oooh cepat.. cepat.. lebih keras..!” lenguhannya datang lagi bersamaan dengan urutan-urutan lembut pada batang penisku.
Aku menjadi semakin bernafsu. Cici mulai lemas. Benar-benar lemas.
“Har,  kamu belum juga ya Sayang..? Ayo dong Say..! Kasihanilah aku, sudah  lemes banget nich..!” Cici mengiba dan memuncakkan birahiku.
Kogoyang dengan liar penisku dalam vaginanya, terus dan terus sampai akhirnya, “Cici, ough.. ach.. terimalah air maniku Say, nikmatilah siraman kenikmatanku.. Hegh..!”
Dan aku pun sampai pada pelabuhan kenikmatan yang kudambakan. Kusemprotkan maniku sejadinya. Walaupun maniku sudah habis, tapi kedutan kenikmatan terus kurasakan pada penisku, apalagi vagina Cici terus mengurutku.
Kogoyang dengan liar penisku dalam vaginanya, terus dan terus sampai akhirnya, “Cici, ough.. ach.. terimalah air maniku Say, nikmatilah siraman kenikmatanku.. Hegh..!”
Dan aku pun sampai pada pelabuhan kenikmatan yang kudambakan. Kusemprotkan maniku sejadinya. Walaupun maniku sudah habis, tapi kedutan kenikmatan terus kurasakan pada penisku, apalagi vagina Cici terus mengurutku.
Walaupun sudah orgasme,  batang kemaluanku masih tetap tegang penuh. Tidak seperti ini biasanya.  Kami berpelukan, berciuman. Kuelus dan kukemut susunya yang besar  menantang itu. Beberapa saat sampai akhirnya kami benar-benar terkulai  lemas. Habis tenaga kami. Basah kuyup badan kami oleh peluh kenikmatan.
Kutengok  TV yang masih menyala tanpa ditonton dan tanpa suara. Buletin Malam  RCTI. Waahh, berati sudah jam satu lebih. Lama sekali kami bercinta  penuh gairah, nafsu dan sayang. Cici merebahkan kepalanya di dadaku.  Sesaat kemudian, kami ke kamar mandi bersama-sama. Saling memandikan di  bawah siraman air hangat yang membuat kami segar kembali. Kadang kami  saling berpelukan sambil menggesekkan tubuh kami. Oohh.., nikmatnya  dunia.
Kami kembali mengobrol dengan  tubuh hanya berbalut handuk. Dari cara duduknya, Cici secara tidak  sengaja mempertontonkan bukit surganya padaku, membuat batang penisku  tetap tegak berdiri. Aku memesan makanan ringan, teh panas untuknya dan  susu untukku sendiri. Cici menggoda, berjalan mendekatiku menyodorkan  buah dadanya, memasukkan puting susunya ke mulutku. Tepat memang, karena  aku duduk di tempat tidur.
“Susuku  yang dua ini sudah kupersembahkan padamu, nggak cukup ya..? Kok masih  pesan susu ke Room Service. Susu siapa sih yang dipesan..?” godaan ini  membuat Cici dan aku tertawa terbahak-bahak.
Kami bergulingan sambil berpelukan. Bahagia sekali rasanya.
Kami bergulingan sambil berpelukan. Bahagia sekali rasanya.
Pesanan  kami telah sampai dan kami menikmati dengan saling menyuapi. Ketika  Cici mau berdiri, dia menyenggol gelas susu. Sehingga ada sedikit yang  terciprat ke dadanya. Untung susu itu hangat saja. Cici mencari tissue,  tapi kucegah. Kurebahkan dia di tempat tidur, kujilat susu yang ada di  atas dadanya sambil kujilat puting susunya. Cici mengerang kenikmatan.
“Nakal kamu ya..!” katanya sambil bangkit dan mencubitku.
“Nakal kamu ya..!” katanya sambil bangkit dan mencubitku.
“Har, kok burungnya bangun terus sih..? Aku sudah capek sekali, kamu masih mau lagi ya..?”
“Ya masih dong, tapi nanti saja. Kita bobok dulu yuk..!”
Akhirnya kami rebahan. Kubalikkan badannya membelakangiku. Mau tidak mau, batang penisku masuk juga ke selangkangannya. Tapi aku diam saja. Sesekali Cici mengurut batang penisku dengan vaginanya. Berkedut-kedut. Tanganku mengelus-elus buah dadanya. Kami mungkin sudah sangat lelah, sehingga tanpa terasa kami tertidur, dengan penisku berada dalam vaginanya. Tidur yang sangat nikmat.
“Ya masih dong, tapi nanti saja. Kita bobok dulu yuk..!”
Akhirnya kami rebahan. Kubalikkan badannya membelakangiku. Mau tidak mau, batang penisku masuk juga ke selangkangannya. Tapi aku diam saja. Sesekali Cici mengurut batang penisku dengan vaginanya. Berkedut-kedut. Tanganku mengelus-elus buah dadanya. Kami mungkin sudah sangat lelah, sehingga tanpa terasa kami tertidur, dengan penisku berada dalam vaginanya. Tidur yang sangat nikmat.
Hari  Sabtu, hari libur, hari malas. Aku biasa bangun jam 10 pagi. Tapi hari  ini molor sampai jam 12. Kami bangun mandi berbenah sedikit untuk  siap-siap jalan-jalan. Penisku tetap tegap dari tadi pagi, karena aku  sangat menikmati asmara ini. Di depan Cici, kutelepon anak-anakku.  Mereka bersama dengan baby sitter dan nenek mereka. (Jangan salah  menduga, mereka tetap terurus kok.) Kami mengobrol kurang lebih 30  menit. Aku senang, mereka pun senang. Aku bilang bahwa aku akan pulan  hari Minggu siang, setelah mengantar Cici ke bandara, tentunya. Cici pun  mengirim salam untuk mereka.
Ketulusan  Cici mengirim salam pada anak-anakku membangkitkan gairahku yang tidak  tertahankan. Kubuka celananya jeans-nya dan tanpa pemanasan kusenggamai  Cici dari belakang sambil berdiri. Cici menanggapi dengan gelora membara  pula. Vaginanya yang semula kering segera membasah membuat  gesekan-gesekan kenikmatan kami menjadi menggila. Napas Cici  tersengal-sengal. Goyangannya menjadi lebih liar, kadang maju mundur  kadang memutar. Sekehendaknya Cici mencari kenikmatan di liang  senggamanya. Goyanganku pun menjadi lebih cepat dan keras.
Tiba-tiba Cici membalikkan wajahnya, “Cium, Harr..!”
Langsung kucium bibirnya sambil kuremas-remas gemas buah dadanya yang besar itu. Ternyata ini adalah saat-saat puncak orgasmenya. Vaginanya meremas-remas batang penisku, berdenyut-denyut. Ini membuatku kesetanan. Kegenjot vaginanya keras-keras sampai tubuh Cici berguncang-guncang. Tidak lebih dari 5 menit, kusemburkan maniku dalam vaginanya. Luar biasa, cepat sekali. Setiap semprotan mani kusiramkan dengan sodokan-sodokan keras penuh kenikmatan. Banjirlah vaginanya dengan siraman air maniku.
Langsung kucium bibirnya sambil kuremas-remas gemas buah dadanya yang besar itu. Ternyata ini adalah saat-saat puncak orgasmenya. Vaginanya meremas-remas batang penisku, berdenyut-denyut. Ini membuatku kesetanan. Kegenjot vaginanya keras-keras sampai tubuh Cici berguncang-guncang. Tidak lebih dari 5 menit, kusemburkan maniku dalam vaginanya. Luar biasa, cepat sekali. Setiap semprotan mani kusiramkan dengan sodokan-sodokan keras penuh kenikmatan. Banjirlah vaginanya dengan siraman air maniku.
Cici dan aku ke  kamar mandi untuk membersihkan diri. Sekeluar dari kamar mandi, dia  memelukku erat sekali, menciumku mesra sekali.
“Har, aku terima kamu apa adanya, rela aku jadi pendampingmu, apapun statusku. Itu tidak terlalu penting, aku sangat mencintaimu, juga sayang dan kasihan pada anak-anakmu. Tapi aku sadar, bagaimanapun aku tidak akan jadi ibu mereka. Udah deh, yuk kita jalan-jalan dulu..!”
“Har, aku terima kamu apa adanya, rela aku jadi pendampingmu, apapun statusku. Itu tidak terlalu penting, aku sangat mencintaimu, juga sayang dan kasihan pada anak-anakmu. Tapi aku sadar, bagaimanapun aku tidak akan jadi ibu mereka. Udah deh, yuk kita jalan-jalan dulu..!”
Kami  jalan-jalan di Ancol, mengunjungi semua tempat hiburan sampai malam  hari. Malam Minggu yang melelahkan tapi juga sangat membahagiakan.  Sampai akhirnya, kami mojok di pantai dekat kuburan Belanda, yang paling  sepi.
“Waktu cepat sekali berlalu ya Harr..!” Cici membuka pembicaraan setelah beberapa saat kami berdiam dan lamunan kami berjalan entah kemana.
Yang jelas, aku hanya membayang-bayangkan, gimana kelanjutan hubungan ini.
“Waktu cepat sekali berlalu ya Harr..!” Cici membuka pembicaraan setelah beberapa saat kami berdiam dan lamunan kami berjalan entah kemana.
Yang jelas, aku hanya membayang-bayangkan, gimana kelanjutan hubungan ini.
“Begitulah Say.. Gimana kalau kamu menunda sehari lagi..?” tanyaku tanpa harap, sebab aku tahu ini tidak mungkin.
Cici hanya terdiam. Aku pindah ke jok belakangan diikuti Cici. Direbahkannya kepalanya di pangkuanku. Batang kemaluanku pun langsung menegang keras. Cici merasakannya dan langsung membuka celanaku.
“Harh, si Adik bangun lagi.” sambil tangannya mengelus-elus batang dan lidahnya mulai menari di ujung penisku.
Aku tidak mau kalah, celananya kulepas sehingga aku dapat secara leluasa meraba, mengelus bulu-bulu halus di vaginanya.
“Heeggh, terusin Harr.. yang dalam..!” pintanya.
Cici hanya terdiam. Aku pindah ke jok belakangan diikuti Cici. Direbahkannya kepalanya di pangkuanku. Batang kemaluanku pun langsung menegang keras. Cici merasakannya dan langsung membuka celanaku.
“Harh, si Adik bangun lagi.” sambil tangannya mengelus-elus batang dan lidahnya mulai menari di ujung penisku.
Aku tidak mau kalah, celananya kulepas sehingga aku dapat secara leluasa meraba, mengelus bulu-bulu halus di vaginanya.
“Heeggh, terusin Harr.. yang dalam..!” pintanya.
Jari  tengahku pun mulai kumasukkan dalam liang senggamanya yang sudah sangat  basah. Cici berkelojotan lebih liar, semantara aku sendiri merasakan  penisku sudah waktunya mendapat perlakuan lanjutan.
“Cici, aku sudah nggak tahan..!” kataku sambil membimbingnya agar duduk di pangkuanku, menghadapku, sehingga kakinya dapat bertumpu di jok.
Dikocok-kocoknya penisku sambil kami berciuman dan kemudian dibimbingnya kemaluanku itu masih pada liang kenikmatannya. Pelan tapi pasti, amblaslah seluruh batang penisku. Aku dan Cici sama-sama tertahan ketika ujung penisku menyentuh pintu rahimnya.
“Cici, aku sudah nggak tahan..!” kataku sambil membimbingnya agar duduk di pangkuanku, menghadapku, sehingga kakinya dapat bertumpu di jok.
Dikocok-kocoknya penisku sambil kami berciuman dan kemudian dibimbingnya kemaluanku itu masih pada liang kenikmatannya. Pelan tapi pasti, amblaslah seluruh batang penisku. Aku dan Cici sama-sama tertahan ketika ujung penisku menyentuh pintu rahimnya.
Cici  menggerakkan pinggulnya maju mundur, meskipun kami saling berpagutan.  Merangsang sekali. Tidak tahan lagi aku untuk tidak melumat buah dadanya  yang besar berayun-ayun ketika Cici bergerak ke atas-bawah. Cici  menjadi lebih liar dan gerakannya menjadi lebih dahsyat.
“Har, remas susuku sekeras-kerasnya, aku sangat menikmatinya..! Please Har..!” pintanya.
“Ntar sakit dong Ci, aku nggak..” jawabanku dipotongnya.
“Biarin, biarin.., aku sangat menikmatinya..! Siksalah aku dengan nikmatmu Har..! Membuatku lebih nikmat hegh..!”
Aku baru sadar bahwa Cici tampaknya agak senang dengan sadism.
“Har, remas susuku sekeras-kerasnya, aku sangat menikmatinya..! Please Har..!” pintanya.
“Ntar sakit dong Ci, aku nggak..” jawabanku dipotongnya.
“Biarin, biarin.., aku sangat menikmatinya..! Siksalah aku dengan nikmatmu Har..! Membuatku lebih nikmat hegh..!”
Aku baru sadar bahwa Cici tampaknya agak senang dengan sadism.
Kuremas keras susunya, kugigit agak keras karena takut menyakitinya. Cici menjadi lebih liar dan melenguh agak keras.
“Say, ough.. ough.. nikmatnya Say, aku keluar lagi, ouch ach.. ini nikmat sekali..!” dan Cici pun mengejang hebat.
Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, bahwa Cici dapat seperti ini. Entah mengapa, aku justru menjadi sangat sulit untuk mencapai orgasme. Cici tampaknya menyadari hal ini.
“Say, ough.. ough.. nikmatnya Say, aku keluar lagi, ouch ach.. ini nikmat sekali..!” dan Cici pun mengejang hebat.
Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, bahwa Cici dapat seperti ini. Entah mengapa, aku justru menjadi sangat sulit untuk mencapai orgasme. Cici tampaknya menyadari hal ini.
“Say, nggak apa-apa kok, aku sungguh menikmatinya, gemasilah diriku sesukamu..!”
“Kita kembali ke hotel yuk Ci, malam sudah mulai larut..!”
Cici kelihatan agak bingung, karena aku tidak menyelesaikan puncak-puncak pendakian kenikmatan itu.
“Kita kembali ke hotel yuk Ci, malam sudah mulai larut..!”
Cici kelihatan agak bingung, karena aku tidak menyelesaikan puncak-puncak pendakian kenikmatan itu.
“Say, kulayani kamu semalaman ini, kita nggak usah tidur, ya..?” pinta Cici ketika kami memasuki pintu kamar.
Aku mengiyakan saja. Cici memesan berbagai makanan kecil dan biasa, susu kesukaanku yang dipesan Cici sampai 3 gelas. Room Service mungkin heran, ya..? Kami sempat ngobrol sebentar sampai Cici memintaku untuk melanjutkan puncak-puncak pendakian kenikmatan yang sempat teputus.
Aku mengiyakan saja. Cici memesan berbagai makanan kecil dan biasa, susu kesukaanku yang dipesan Cici sampai 3 gelas. Room Service mungkin heran, ya..? Kami sempat ngobrol sebentar sampai Cici memintaku untuk melanjutkan puncak-puncak pendakian kenikmatan yang sempat teputus.
Cici langsung membuka seluruh pakaiannya dan tubuh mungil indah itu berdiri tegak di hadapanku.
“Har, kamu diam saja. Aku akan melayanimu habis-habisan..!”
Dan sambil berkata begitu, Cici membuka bajuku pelan-pelan sambil mencium dan menjilati dadaku. Ooh nikmat sekali. Lalu giliran celanaku dibukanya, sambil menjilati dan menciumi penisku yang sudah tegang memerah. Aku seperti majikan yang dilayani oleh seorang dayang. Pahaku, kakiku, pantatku, semua dielus, dicium dan dijilat. Aku tidak tahu Cici belajar dari mana, atau barangkali naluri saja.
“Har, kamu diam saja. Aku akan melayanimu habis-habisan..!”
Dan sambil berkata begitu, Cici membuka bajuku pelan-pelan sambil mencium dan menjilati dadaku. Ooh nikmat sekali. Lalu giliran celanaku dibukanya, sambil menjilati dan menciumi penisku yang sudah tegang memerah. Aku seperti majikan yang dilayani oleh seorang dayang. Pahaku, kakiku, pantatku, semua dielus, dicium dan dijilat. Aku tidak tahu Cici belajar dari mana, atau barangkali naluri saja.
Dengan  posisiku masih duduk di kursi, Cici membalikkan badan, duduk di  pangkuanku dan memasukkan penisku ke vaginanya. Gerakan-gerakan lembut  dilakukannya. Tubuhnya menggeliat-geliat karena kuremas lembut buah  dadanya sambil kuciumi dan kujilat punggungnya. Beberapa saat kemudian,  Cici melenguh dan mengejang lagi. Dan lagi denyutan-denyutan itu  kurasakan.
“Hugh Say, kenapa jadi aku yang sampai duluan..? Nikmat sekali rasanya, kamu mau kuapakan supaya sampai..?” semua ini dikatakan Cici sambil terus menggoyang pinggulnya.
“Hugh Say, kenapa jadi aku yang sampai duluan..? Nikmat sekali rasanya, kamu mau kuapakan supaya sampai..?” semua ini dikatakan Cici sambil terus menggoyang pinggulnya.
Aku  mengajaknya naik ke ranjang. Kuarahkan dia sehingga dia siap dengan  posisi doggy style. Cici menurut saja. Kutusukkan batang penisku amblas  dalam vaginanya dan kogoyang dengan keras dan cepat. Lama sekali  kunikmati posisi ini, karena dari belakang aku dapat menikmat kemolekan  tubuhnya dan meremasi buah dadanya. Akhirnya, aku tidak kuasa lagi  menahan tekanan hebat dalam penisku, karena remasan-remasan vagina yang  tidak kunjung habis.
“Ci.., aku mau  keluar niich..! Tahan ya Sayang, jangan sampai lepash..!” dan kogoyang  pantatku keras-keras sampai akhirnya, “Aachh..!” teriakku dengan keras  menyertai semprotan-semprotan maniku yang membajiri liang vagina Cici.
“Say, goyang terus jangan berhenti..! Aku juga mau sampai lagi, ooh..!” pinta Cici.
Aku yang sebelumnya mulai melemas kembali menggoyang kemaluanku dengan lebih cepat dan keras.
“Say, goyang terus jangan berhenti..! Aku juga mau sampai lagi, ooh..!” pinta Cici.
Aku yang sebelumnya mulai melemas kembali menggoyang kemaluanku dengan lebih cepat dan keras.
Cici  akhirnya menjerit, “Saych..!” dan denyut-denyut kenikmatan itu kembali  mengurut-urut penisku. Kami rebah kehabisan tenaga. Badan kami basah  oleh peluh. Pendakian kami akhirnya sampai juga pada puncak kenikmatan  bersama-sama. Sambil masih berpelukan, kami saling meraba daerah-daerah  kenikmatan kami. Sampai akhirnya kami betul-betul lemas. Tidak berdaya.
“Yuk berendam yuk..! Biar nggak capek..” kuajak Cici ke kamar mandi untuk berendam air hangat.
Setelah air penuh. Kami pun berendam, di ujung bath tub saling berhadapan. Kakiku kadang-kadang usil untuk mempermainkan selangkangan Cici, yang membuatnya sesekali memejamkan mata. Pastilah nikmat.
Setelah air penuh. Kami pun berendam, di ujung bath tub saling berhadapan. Kakiku kadang-kadang usil untuk mempermainkan selangkangan Cici, yang membuatnya sesekali memejamkan mata. Pastilah nikmat.
“Har,  tadi waktu kamu dari belakang, jari dan burungmu sesekali menyentuh  lubang duburku, kok enak yach..?” Cici membuka pembicaraan yang  mengejutkanku.
Mungkin secara tidak sadar aku telah menyentuh duburnya tadi, karena gerakanku yang liar penisku seringkali lepas. Dan aku pun seringkali sambil terpejam meremas-remas pantatnya yang aduhai, indah dan merangsang.
“Kamu mau nggak melakukannya lagi..?” tanya Cici.
Aku mengiyakan, karena aku terbayang adegan-adegan yang pernah kutonton di BF. Mungkin Cici tipe wanita yang suka coba-coba, meski kadang itu menyakitkan dirinya.
Mungkin secara tidak sadar aku telah menyentuh duburnya tadi, karena gerakanku yang liar penisku seringkali lepas. Dan aku pun seringkali sambil terpejam meremas-remas pantatnya yang aduhai, indah dan merangsang.
“Kamu mau nggak melakukannya lagi..?” tanya Cici.
Aku mengiyakan, karena aku terbayang adegan-adegan yang pernah kutonton di BF. Mungkin Cici tipe wanita yang suka coba-coba, meski kadang itu menyakitkan dirinya.
Setelah mandi  dan beristirahat entah berapa lama, kami memulai akivitas lagi. Seperti  janjiku, aku meminta Cici untuk menungging agar pantatnya lebih terbuka.  Kuelus lembut pelan-pelan lubang pantatnya. Kuciumi dan lalu kujilati.  Entah apa yang kulakukan ini, karena aku belum pernah melakukannya.  Terpikir olehku, mungkin ini akan menjadi anal seks yang pertama. Cici  sudah memberikan keperawanannya padaku, sebanarnya itu sudah luar biasa  bagiku. Tapi ini, tampaknya akan menjadi lebih dahsyat lagi.
Cici  tampak sangat menikmati perlakuanku. Desahannya sangat merangsang,  membangkitkan gairahku yang makin membara. Batang penisku sudah menjadi  sangat tegang. Cici memegangnya dan, ya ampun.., dia mengarahkan batang  kemaluanku ke anusnya. Seperti sudah tidak dapat mengendalikan diri  lagi, kugesek-gesekkan penisku ke anusnya.
“Ooch  Har, enak sekali Say..! Aach..!” kata Cici sambil menggerakkan  pantatnya, seolah menginginkan kenikmatan di seluruh permukaannya.
Bayanganku pada adegan-adegan BF menguasai pikiran dan nafsuku.
“Ci, boleh nggak kumasukkan kontolku ke duburmu..?”
Cici tampak terkejut, tentu dia tidak mengira.
Bayanganku pada adegan-adegan BF menguasai pikiran dan nafsuku.
“Ci, boleh nggak kumasukkan kontolku ke duburmu..?”
Cici tampak terkejut, tentu dia tidak mengira.
“Memangnya nggak jijik..?”
“Nggak tahu deh, aku hanya ingin mencobanya.” jawabku sedikit bohon.
Padahal aku sangat ingin mencobanya karena adegan BF itu. Cici mengatakan terserah saja. Akhirnya kucoba juga. Sangat sulit, karena Cici kesakitan dan selalu menghindarkan lubang pantatnya.
“Nggak tahu deh, aku hanya ingin mencobanya.” jawabku sedikit bohon.
Padahal aku sangat ingin mencobanya karena adegan BF itu. Cici mengatakan terserah saja. Akhirnya kucoba juga. Sangat sulit, karena Cici kesakitan dan selalu menghindarkan lubang pantatnya.
“Ci, jangan bergoyang terus..! Susah nih, pasrahlah..!” pintaku padanya.
Entah dapat ilham dari mana. Akhirnya kupaksa Cici telungkup dan kutindih pantatnya, sehingga ia tidak akan dapat banyak bergerak. Kululuri penisku dengan ludahku sehingga menjadi lebih licin, seperti di BF. Dengan agak memaksa dan penuh nafsu, kutekan batang penisku masuk ke anusnya.
“Har, sakit..! Stop..! Ach..!” Cici memekik kesakitan.
Tapi panisku sudah amblas dalam anusnya. Aku terdiam. Cici kadang mengejangkan lubang anusnya, sehingga memberiku kenikmatan. Cici masih telungkup menutup wajahnya dengan bantal.
Entah dapat ilham dari mana. Akhirnya kupaksa Cici telungkup dan kutindih pantatnya, sehingga ia tidak akan dapat banyak bergerak. Kululuri penisku dengan ludahku sehingga menjadi lebih licin, seperti di BF. Dengan agak memaksa dan penuh nafsu, kutekan batang penisku masuk ke anusnya.
“Har, sakit..! Stop..! Ach..!” Cici memekik kesakitan.
Tapi panisku sudah amblas dalam anusnya. Aku terdiam. Cici kadang mengejangkan lubang anusnya, sehingga memberiku kenikmatan. Cici masih telungkup menutup wajahnya dengan bantal.
“Kalau memang enak, terusin..! Tapi pelan-pelan..!” katanya kemudian.
Aku pun segera mengayun sepelan mungkin. Ooh, nikmat sekali rasanya. Belum pernah kunikmati kenikmatan seperti ini. Mungkin karena Cici menjadi lebih rileks, sodokanku pun menjadi lebih lancar. Kuangkat pantat Cici sehingga aku dapat menyusupkan tanganku, agar dapat meraba vaginanya. Cici mengeliat-geliat. Tampaknya dia sudah mulai menikmati. Vaginanya menjadi lebih basah. Desahannya pun terus terdengar. Aku menjadi semakin menikmati pengalaman baru ini. Kenikmatan puncak yang diberikan oleh gadisku, yang sangat mencintaiku.
Aku pun segera mengayun sepelan mungkin. Ooh, nikmat sekali rasanya. Belum pernah kunikmati kenikmatan seperti ini. Mungkin karena Cici menjadi lebih rileks, sodokanku pun menjadi lebih lancar. Kuangkat pantat Cici sehingga aku dapat menyusupkan tanganku, agar dapat meraba vaginanya. Cici mengeliat-geliat. Tampaknya dia sudah mulai menikmati. Vaginanya menjadi lebih basah. Desahannya pun terus terdengar. Aku menjadi semakin menikmati pengalaman baru ini. Kenikmatan puncak yang diberikan oleh gadisku, yang sangat mencintaiku.
Jari tengahku kumasukkan dalam lubang vaginanya. Cici sangat menikmatinya dan vaginanya pun menjadi basah sekali.
“Har, dua jari supaya lebih terasa..!”
Maka kumasukkan jari telunjukku dalam lubang nikmat itu. Cici menjadi lebih gila. Goyangannya menjadi semakin hebat, sehingga aku tidak perlu menggoyang, karena tanganku harus menjangkau lubang nikmatnya itu.
“Har, dua jari supaya lebih terasa..!”
Maka kumasukkan jari telunjukku dalam lubang nikmat itu. Cici menjadi lebih gila. Goyangannya menjadi semakin hebat, sehingga aku tidak perlu menggoyang, karena tanganku harus menjangkau lubang nikmatnya itu.
“Harh.. har.. aku mau sampai Har..! Ochh Har.. Aach..!” tinggi lenguhannya dan banjirlah vaginanya.
Aku menjadi lebih bersemangat menggenjot anusnya dan aku pun tidak dapat menahan laju air maniku. Cret.. cret.. cret.. kutumpahkan air nikmatku dalam anusnya dengan denyut-denyut kenikmatan yang tiada taranya.
Aku menjadi lebih bersemangat menggenjot anusnya dan aku pun tidak dapat menahan laju air maniku. Cret.. cret.. cret.. kutumpahkan air nikmatku dalam anusnya dengan denyut-denyut kenikmatan yang tiada taranya.
Kami  ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah itu. Cici mencegahku  untuk mencuci penisku sendiri. Cici memandikanku dengan gosokan-gosokan  yang lembut. Aku sungguh seperti seorang majikan yang dilayani seorang  dayang. Belum pernah aku mengalami seperti ini. Tidak terasa, hari sudah  pagi. Kami harus bersiap-siap karena jam 10:00 Cici harus ke bandara.
Akhirnya  kuantar Cici ke bandara. Air mata Cici membasahi pipinya. Kami  berpelukan. Ciuman kami pun tidak tertahankan. Pandangan orang-orang di  sekitar kami pun terarah pada sepasang manusia. Kami tidak  menghiraukannya. Cici harus kembali ke M. Sesak rasanya dada ini. Tapi  kami saling berjanji akan menjaga cinta kami.
Cerita Sex Remaja - Dua  malam yang sangat melelahkan dan membahagiakan telah lewat. Kami akan  bertemu kembali. Cici pasti akan pulang ke Jakarta lagi…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar